Kurasi Ringkasan
Lahan kritis merupakan kerusakan lingkungan hidup akibat kegagalan reklamasi di Kabupaten Bangka. Menurut data Badan Pemeriksa Keuangan (2018), terdapat lahan kritis seluas 1.642.214 ha dan 1.712,65 ha, atau 5,2% dari luas daratan Pulau Bangka. Data lain menunjukkan luas lahan kritis akibat pertambangan di Provinsi Kep. Bangka Belitung sebesar 200.000-an hektar, sedangkan reklamasi baru bisa dilakukan seluas 2.200 hektar atau hanya 1,1%.
Reklamasi lahan oleh 128 perusahaan timah hanya sebatas “mimpi belaka” dan gagal. Hasil evaluasi PT Timah (2018), kegagalan reklamasi mengakibatkan dampak negatif, yaitu daya dukung dan kualitas lingkungan yang tidak bernilai ekonomis. Dalam jangka panjang, kondisi ini dapat menimbulkan tragedi lingkungan hidup (Tragedy of The Commons).
Sebelum inovasi, lahan bekas pertambangan terdapat lobang menganga dan kontur permukaan tidak beraturan. Kondisi ini berpotensi menimbulkan bencana sangat besar, tempat berkembang biaknya nyamuk malaria dan demam berdarah, lahan marginal miskin unsur hara, serta lahan tidak produktif non-ekonomis untuk budidaya pertanian, perikanan, peternakan, edukasi dan pariwisata.
Inovasi telah memberikan dampak multidimensi, yaitu:
Ekonomi: Meningkatkan nilai ekonomi lahan kritis di bidang pertanian, peternakan, perkebunan, dan pariwisata serta pelestarian lingkungan. Kawasan ini juga menciptakan nilai-nilai social responsibility investment yang berdampak terhadap social return of investment, seperti peningkatan kesejahteraan kehidupan masyarakat (quality of life).
Sosial: Pemberdayaan masyarakat (sustainable community) dalam pengelolaan sumber daya alam, keterlibatan pentahelix dalam pengelolaan, meningkatnya trust terhadap peran pemda.
Edukasi: Menjadi pusat pendidikan lingkungan bagi pelajar/mahasiswa dan laboratorium/kegiatan ilmiah perguruan tinggi di daerah (UBB, STISIPOL P.12), nasional (IPB, UGM, LIPI) dan perguruan tinggi internasional serta pilot project reklamasi tingkat nasional oleh Kementerian ESDM.
Ekologi: Lahan kritis telah dimanfaatkan untuk: 1) Pelestarian tumbuhan lokal, seperti seru, gelam, ketapik, dll; 2) Pelestarian buah-buahan lokal, seperti jambu monyet, jeruk kunci, sahang, kesamak, dll; 3) Pelestarian hewan lokal: mentilin, musang, kijang, planduk, dll; 4) Pelestarian ikan lokal: seluang, gabus, kepuyu, dll.
Wisata: Berdirinya integrated tourism yang mengintegrasikan dimensi agrowisata, riset, dan edukasi.
Inovasi pengelolaan lahan reklamasi sangat efektif karena menggunakan pendekatan integrative-holistic tidak hanya dari aspek pengelolaan ekologis, tetapi juga memiliki value edukasi, sosial, ekonomi, dan wisata. Inovasi ini menawarkan lima novelty, yaitu Pendekatan Penthahelix, Integrated Tourism, Evidence-Based Research, Evidence-Based Policy, dan Model Laboratorium Riset.
Inovasi juga mendukung green economy dan 10 pencapaian agenda Sustainable Developments Goals. Untuk mendukung sustainabilitas, telah ditempuh langkah-langkah strategis, yaitu Strategi Politik Kebijakan, Strategi Sosial, serta Strategi Ekonomi dan Kelembagaan. Inovasi ini telah direplikasi oleh kelompok masyarakat, lembaga pemerintah, perguruan tinggi, dan badan usaha.
Daftar / Masuk
untuk melihat informasi selengkapnya