Pemanfaatan Agensia Pengendali Hayati (APH) untuk menuju Bali Organik

Berjalan dengan pengembangan
pertanian
I WAYAN SUNADA Cs
SDG's - Energi Bersih dan Terjangkau
Oecd -
RB Tematik -
RB Tematik - Prioritas Presiden
Penghargaan - INNOVATIVE GOVERNMENT AWARD 2022
Kompetisi -

Kurasi Ringkasan

                      Penggunaan Pestisida kimia secara masif di Provinsi Bali karena dapat diaplikasikan dengan mudah dan hasilnya dapat dirasakan dalam waktu yang relatif singkat. Intensitas pemakaian pestisida yang terus menerus dapat menyebabkan beberapa kerugian antara lain : Menurunkan kesuburan tanah, pencemaran lingkungan (tanah, udara dan air) , resistensi OPT dan meninggalkan residu kimia pada hasil tanaman . Hal tersebut dapat berpengaruh pada kerusakan lingkungan dan kesehatan manusia. Menjawab tantangan tersebut mendorong pemerintah menggiatkan budidaya tanaman sehat, ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Dampak negatif yang dapat ditimbulkan akibat penggunaan pestisida kimiawi yang tidak bijaksana mendorong diterbitkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2019 tentang Sistem Budi Daya Pertanian Berkelanjutan pada Pasal 48 mengamanatkan bahwa perlindungan pertanian dilaksanakan dengan sistem pengelolaan hama terpadu (PHT) serta penanganan dampak perubahan iklim dan pelaksanaannya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat, pemerintah daerah, petani, pelaku usaha dan masyarakat. 
Terbentuknya Klinik PHT di tingkat lapangan mampu memberikan dampak positif kepada petani terhadap peningkatan kesadaran dan kemampuan petani dalam melaksanakan pengendalian OPT menggunakan Agensia Pengendalian Hayati (APH) pada lahan usaha taninya. 
Upaya perluasan pengembangan penggunaan APH di tingkat lapangan harus didukung dengan kelembagaan yang mengikut sertakan petani dalam pengelolaan pertanian secara terpadu melalui pembentukan Klinik PHT yang nantinya berperan dalam memproduksi APH melalui alih tekhnologi yang dapat menghasilkan produk yang sehat dan ramah lingkungan. 
Pengembangan APH yang dilakukan secara terus-menerus akan meningkatkan efektifitas dan stabilitas agens hayati yang sudah ada (di alam). 
Dampak yang bisa dilihat akibat dari inovasi ini :
a. Pada Petani/Kelompok tani/Gapoktan mampu membuat dan mengaplikasikan APH pada lahan usahataninya. 
b. Mengurangi pemakaian pestisida kimia 
c. Tersedianya produk hasil pertanian yang sehat (aman untuk dikonsumsi) 
Indikator yang digunakan dalam mengevaluasi dampak inovasi adalah adanya peningkatan produksi serta permintaan Agens Pengendali Hayati (APH) oleh Petani/Kelompok tani/Gapoktan dan berkurangnya permintaan pestisida kimia untuk pengendalian hama dan penyakit tanaman ke UPTD. BPTPHBUN
Penggunaan Pestisida kimia secara masif di Provinsi Bali karena dapat diaplikasikan dengan mudah dan hasilnya dapat dirasakan dalam waktu yang relatif singkat. Intensitas pemakaian pestisida yang terus menerus dapat menyebabkan beberapa kerugian antara lain : Menurunkan kesuburan tanah, pencemaran lingkungan (tanah, udara dan air) , resistensi OPT dan meninggalkan residu kimia pada hasil tanaman . Hal tersebut dapat berpengaruh pada kerusakan lingkungan dan kesehatan manusia. Menjawab tantangan tersebut mendorong pemerintah menggiatkan budidaya tanaman sehat, ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Dampak negatif yang dapat ditimbulkan akibat penggunaan pestisida kimiawi yang tidak bijaksana mendorong diterbitkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2019 tentang Sistem Budi Daya Pertanian Berkelanjutan pada Pasal 48 mengamanatkan bahwa perlindungan pertanian dilaksanakan dengan sistem pengelolaan hama terpadu (PHT) serta penanganan dampak perubahan iklim dan pelaksanaannya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat, pemerintah daerah, petani, pelaku usaha dan masyarakat. 
Terbentuknya Klinik PHT di tingkat lapangan mampu memberikan dampak positif kepada petani terhadap peningkatan kesadaran dan kemampuan petani dalam melaksanakan pengendalian OPT menggunakan Agensia Pengendalian Hayati (APH) pada lahan usaha taninya. 
Upaya perluasan pengembangan penggunaan APH di tingkat lapangan harus didukung dengan kelembagaan yang mengikut sertakan petani dalam pengelolaan pertanian secara terpadu melalui pembentukan Klinik PHT yang nantinya berperan dalam memproduksi APH melalui alih tekhnologi yang dapat menghasilkan produk yang sehat dan ramah lingkungan. 
Pengembangan APH yang dilakukan secara terus-menerus akan meningkatkan efektifitas dan stabilitas agens hayati yang sudah ada (di alam). 
Dampak yang bisa dilihat akibat dari inovasi ini :
a. Pada Petani/Kelompok tani/Gapoktan mampu membuat dan mengaplikasikan APH pada lahan usahataninya. 
b. Mengurangi pemakaian pestisida kimia 
c. Tersedianya produk hasil pertanian yang sehat (aman untuk dikonsumsi) 
Indikator yang digunakan dalam mengevaluasi dampak inovasi adalah adanya peningkatan produksi serta permintaan Agens Pengendali Hayati (APH) oleh Petani/Kelompok tani/Gapoktan dan berkurangnya permintaan pestisida kimia untuk pengendalian hama dan penyakit tanaman ke UPTD. BPTPHBUN
                    
        

Daftar / Masuk
untuk melihat informasi selengkapnya

  • Publikasi
  • Provinsi
  • SDG's
  • 23 Sep 2024
  • BALI
  • Energi Bersih dan Terjangkau

0

0

  • Dilihat
  • Minat
  • Kesepakatan
  • Replikasi
  • 192
  • 0
  • 0
  • 31

Wilayah Instansi & Inovasi

Pemerintah Provinsi Bali

BALI

Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali

Hak Cipta(C)2022 - 2025 Etalase Pelayanan Publik dari Seluruh Daerah di Indonesia | Privacy Policy