Kurasi Ringkasan
Kesehatan merupakan hak asasi (UUD 1945, pasal 28 H ayat 1 dan UU No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan) dan sekaligus sebagai investasi, sehingga perlu diupayakan, diperjuangkan dan ditingkatkan oleh setiap individu dan oleh seluruh komponen bangsa, agar masyarakat dapat menikmati hidup sehat, dan pada akhirnya dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Undang Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 Pasal 17 dan 18 menyatakan bahwa Pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan akses terhadap informasi, edukasi, dan fasilitas pelayanan kesehatan untuk meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan yang setinggitingginya. Pemerintah juga bertanggung jawab untuk memberdayakan dan mendorong peran aktif masyarakat dalam segala bentuk upaya kesehatan. Hal ini perlu dilakukan karena kesehatan bukanlah tanggungjawab pemerintah saja, namun merupakan tanggung jawab bersama pemerintah dan masyarakat, termasuk swasta. Telah banyak keberhasilan yang dicapai dalam pembangunan kesehatan di Provinsi NTB, namun bila mengacu pada sasaran Rencana Strategis Dinas Kesehatan Provinsi NTB 2019-2023, banyak sasaran program yang belum tercapai. Berdasarkan SDKI 2012, Angka Kematian Ibu (AKI) di NTB sebesar 251 per 100.000 kelahiran hidup, angka ini lebih rendah dibandingkan AKI nasional (359 per 100.000 KH). Namun Angka Kematian Bayi di provinsi NTB sebesar 57 per 1000 kelahiran hidup, lebih tinggi dibandingkan angka nasional, yaitu 33 per 1000 kelahiran hidup. Demikian pula halnya dengan angka kesakitan yang sekalipun menurun tetapi belum sesuai harapan. Provinsi NTB masih menjadi salah satu provinsi penyumbang terbesar angka penyakit menular seperti TB, Kusta, ISPA, Diare, Malaria dan DBD. Selain penyakit menular, penyakit tidak menular seperti penyakit kardiovaskular, hipertensi, Diabetes mellitus dan Obesitas sebagian besar meningkat. Berdasarkan data Riskesdas 2017, jumlah penderita hipertensi hasil pengukuran sebesar 24,9% dan obesitas 4,6%. Masalah gizi pada balita pada tahun 2019 sekalipun mengalami penurunan dari tahun 2018, tapi masih cukup tinggi dan membutuhkan perhatian. Kejadian stunting 29,87% menurun dari 31,95% tahun 2018 dan tahun 2019 (19,2%), tahun 2020 23,61%. Balita kurus 5,14% menurun dari tahun 2019 sebesar 6,52%. Sebaliknya prevalensi gizi kurang meningkat selama tiga tahun berturut-turut yaitu 17,01% (2015), 20,20% (2016) dan 22,60% (2017). Tahun 2018 kasus Gizi buruk balita sebanyak 382 kasus dan tahun 2019 menurun sebanyak 13,54% balita gizi kurang. Penemuan dini kasus gizi buruk melalui pemantauan pertumbuhan di Posyandu belum berjalan optimal. Kunjungan sasaran ke Posyandu (D/S) sebesar 84,29% atau sebanyak 15,8% balita tidak terpantau. Balita yang naik berat badannya (N/D) sebesar 64,63% atau 35,37% balita bermasalah pertumbuhannya. Permasalahan tumbuh kembang anak ini tidak terlepas dari masalah manajemen posyandu. Sampai dengan September 2020 perkembangan strata posyandu aktif (Strata Purnama Mandiri) baru 65,2 % belum mencapai target Nasional sebesar 80%. Dari jumlah kader sebanyak 35.231 orang, 9.003 orang diantaranya belum terlatih. Idealnya semua kader posyandu itu terlatih. Sarana prasarana posyandu juga belum mendukung pelaksanaan kegiatan. Dukungan anggaran dari pemerintah desa/kelurahan untuk posyandu juga masih terbatas. Posyandu sebagai wujud peran serta masyarakat dalam pelayanan kesehatan dituntut untuk lebih responsive dan efektif dalam mengatasi berbagai permasalahan kesehatan di masyarakat. Karena itu Posyandu harus bisa memperluas jangkauan pelayanannya, tidak hanya balita, ibu hamil dan ibu menyusui, tetapi juga sasaran startegis lainnya seperti remaja dan Lansia. Dalam Rencana Strategis Kementerian Kesehatan RI Tahun 2015-2019, yang ditetapkan melalui Keputusan Menteri Kesehatan R.I. Nomor HK.02.02/Menkes/52/2015, disebutkan bahwa salah satu acuan bagi arah kebijakan Kementerian Kesehatan adalah penerapan pendekatan pelayanan kesehatan yang terintegrasi dan berkesinambungan (continuum of care) untuk dapat melaksanakan pelayanan kesehatan yang holistik dan berkesinambungan terhadap seluruh tahapan siklus hidup manusia. Hal ini berarti bahwa pelayanan kesehatan harus dilakukan terhadap seluruh tahapan siklus hidup manusia (life cycle), sejak masih dalam kandungan, sampai lahir menjadi bayi, tumbuh menjadi anak balita, anak usia sekolah, remaja, dewasa muda (usia produktif), dan akhirnya menjadi lanjut usia. Sehubungan dengan hal tersebut, pemerintah provinsi NTB berikhtiar untuk menghidupkan (Revitalisasi) posyandu ini dengan memperluas sasaran, memadukan program serta perbaikan manajemen posyandu, melalui suatu inovasi yang disebut Posyandu Keluarga. Posyandu Keluarga bertujuan mendekatkan pelayanan kesehatan bagi masyarakat di tingkat dusun/lingkungan, khususnya untuk sasaran Ibu Hamil, Ibu menyusui, Bayi, Balita, Remaja, usia produktif dan Lansia. Misi Posyandu Keluarga sejalan dengan kebijakan Pemerintah yaitu Program Indonsia Sehat melalui Pendekatan Keluarga (PIS-PK). PIS-PK menekankan pentingnya pemberdayaan di tingkat keluarga, agar semua anggota keluarga mampu secara mandiri mendeteksi permasalahan kesehatan serta mampu mengatasinya dengan bantuan teknis dari petugas kesehatan dan unsur masyarakat. Berikut ini Petunjuk Teknis Posyandu Keluarga yang merupakan acuan bagi pemerintah Kabupaten/Kota, Kecamatan, Desa/Kelurahan serta unsur masyarakat dalam pembentukan, pelaksanaan dan pembinaan Posyandu Keluarga.
Daftar / Masuk
untuk melihat informasi selengkapnya