119 – Kolaborasi Nasional Layanan Emergensi Medik di Indonesia

Berjalan dengan pengembangan
layanan medis, kegawatdaruratan
dr. Tri Hesty Widyastoeti, SpM, MPH
SDG's - Kehidupan Sehat dan Sejahtera
Oecd -
RB Tematik -
Penghargaan - Top 40/2017
Kompetisi -

Kurasi Ringkasan

                      Berdasarkan data dari Maternal Perinatal Death Notification (MPDN), angka kematian ibu pada tahun 2022 tercatat mencapai 4.005 kasus dan meningkat menjadi 4.129 kasus pada tahun 2023. Selain itu, cedera akut akibat trauma dan penyakit kritis seperti jantung, hipertensi, dan stroke juga membutuhkan respons medis yang cepat untuk mengurangi risiko kematian dan kecacatan. Data WHO menunjukkan bahwa lebih dari 17 juta orang di seluruh dunia meninggal setiap tahun akibat penyakit jantung dan pembuluh darah. Di Indonesia menurut Institute for Health Metrics and Evaluation (2019) kematian akibat penyakit kardiovaskular mencapai 651.481 orang per tahun, termasuk 331.349 kematian akibat stroke, 245.343 kematian akibat penyakit jantung koroner, dan 50.620 kematian akibat penyakit jantung hipertensi. Selain tantangan dalam penanganan penyakit tersebut, Indonesia juga menghadapi pandemi, hingga 31 Desember 2021 jumlah kasus konfirmasi COVID-19 di Indonesia mencapai 4.262.720 kasus, dengan 144.094 kematian. Kondisi-kondisi ini menekankan pentingnya memperkuat sistem kesehatan darurat yang mampu memberikan respons cepat dan efektif dalam berbagai situasi kegawatdaruratan.
Data tersebut menunjukan sangat diperlukannya inovasi layanan gawat darurat medis yang cepat dan berkualitas. Sebelum inovasi ini dilakukan, masyarakat hanya berfikir jika ingin mendapatkan pelayanan gawat darurat medis harus di fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) seperti rumah sakit, klinik dan puskesmas, sehingga masyarakat yang membutuhkan pelayanan gawat darurat harus datang ke fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes)  atau menghubungi nomor telepon fasyankes, akibatnya memerlukan waktu lama untuk mendapatkan pertolongan pertama yang seharusnya dilakukan segera. Hal ini dikarenakan korban harus menunggu sampai di fasyankes untuk mendapatkan pertolongan atau menunggu pertolongan datang di lokasi kejadian. Hal-hal tersebut yang sering mengakibatkan pasien/korban tidak tertolong. Berdasarkan hal tersebut diatas, Kementerian Kesehatan melakukan terobosan dengan meluncurkan inovasi layanan kegawatdaruratan medis berupa program SPGDT (Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu) 119 dimana pelayanannya berpedoman pada respon cepat, menekankan “time saving is life and limb saving”, serta melibatkan masyarakat yang selanjutnya disebut Layanan Emergensi Medik 119. Layanan Emergensi Medik 119 merupakan kolaborasi antara pusat dan daerah dalam hal pelayanan kegawatdaruratan medik yang terdiri dari NCC (National Command Center) 119 yang ada di Kementerian Kesehatan dan PSC (Public Safety Center) 119 Kabupaten/Kota dengan menggunakan teknologi informasi, aplikasi dan nomor panggilan darurat 119 sehingga mudah diakses oleh seluruh masyarakat Indonesia. Masyakarat yang membutuhkan pelayanan gawat darurat dapat mengakses nomor 119. Panggilan 119 dari daerah yang memiliki PSC 119 akan langsung diteruskan ke PSC 119 lokasi panggilan berada, sedangkan untuk daerah yang belum memiliki PSC 119, panggilan diterima oleh operator NCC 119, dalam hitungan detik kemudian NCC 119 ataupun PSC 119 akan menindaklanjuti kebutuhan gawat darurat yang diperlukan oleh masyarakat.
                    
        

Daftar / Masuk
untuk melihat informasi selengkapnya

  • Publikasi
  • Provinsi
  • SDG's
  • 24 Oct 2024
  • Nasional (Kementerian)
  • Kehidupan Sehat dan Sejahtera

0

0

  • Dilihat
  • Minat
  • Kesepakatan
  • Replikasi
  • 253
  • 0
  • 0
  • 0

Wilayah Instansi & Inovasi

Kementerian Kesehatan

Nasional (Kementerian)

Direktorat Pelayanan Kesehatan Rujukan, Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan

Hak Cipta(C)2022 - 2025 Etalase Pelayanan Publik dari Seluruh Daerah di Indonesia | Privacy Policy