Kurasi Ringkasan

                      Indonesia merupakan produsen Pala terbesar (75% dari pangsa pasar dunia,80% dari total impor pasar Eropa). Eropa sebagai importir terbesar menetapkan batas maksimal kontaminasi aflatoksin pala dalam Commission Regulation (EU) No.165/2010,yaitu Aflatoksin B1=5.0 ppb, Total=10 ppb.
Permasalahan ekspor Pala Indonesia yaitu notifikasi penolakan negara tujuan dikarenakan Aflatoksin diatas batas maksimal EU. UPT PSHP Diperta KP Prov.Jatim, melalui Pergub No.49 Tahun 2011 berfungsi selaku Otoritas Kompeten Keamanan Pangan Daerah (OKKP-D), menginisiasi Inovasi Bravo Pala Indonesia Bermutu guna mencegah lolosnya produk Pala tercemar Aflatoksin ke Eropa dan menekan kerugian yang diakibatkannya melalui pemberlakuan metode pengambilan contoh Pala sesuai dengan EU Regulation (EC) No. 401/2006 dan Penerbitan Health Certificate (HC).
Tahun 2009 s.d 2014 Indonesia mendapatkan 37 kali notifikasi penolakan negara tujuan ekspor. Sejak penerapan Inovasi Bravo Pala Indonesia Bermutu jumlah notifikasi penolakan Pala di Negara tujuan ekspor akibat terdeteksinya aflatoksin yang berbahaya bagi kesehatan menurun sebanyak 20%, menekan potensi kerugian Rp. 176.433.200.000,- (Seratus Tujuh Puluh Enam Miliar Empat Ratus Tiga Puluh Tiga Juta Dua Ratus Ribu Rupiah) (data 2019-2023), bahkan di tahun 2020 Jawa Timur zero notifikasi penolakan pala.
Inovasi berlanjut, menjadi salah satu lingkup layanan OKKPD Prov.Jatim, dengan kebaruan sistem lebih holistic: pengetatan batas cemaran maksimal, peningkatan monitoring, traceability terhadap notifikasi dan integrasi dengan Traces NT (New Technology) (aplikasi penelusuran yang dimiliki EU).
                    
        

Daftar / Masuk
untuk melihat informasi selengkapnya